September ke 26
September ke dua puluh enam, kini tanpa mengawang atau berburu remah-remah ingatan. Pada rindu serupa udara dingin yang berkelana semalam suntuk, mengusik tuannya.
Sekalipun harus bercakap, engkau dapat menuntaskan dahagamu perihal guliran detik di sekelilingku, sementara aku takkan berniat menggali bongkahan waktu di sekitarmu. Sebab antonim dari afeksi bukanlah rasa benci, melainkan rasa tidak peduli.
Sekalipun harus bertatap, pantang bagiku mengunjungi kelampauan, apalagi bersulang kerinduan, seolah tersisa puing-puing untuk mengganjali retakan. Maka sudahkah terasa seperti hukuman, selepasku menghentakmu di peraduan? Tentang betapa giatnya aku mencintai, sampai sejarahmu tak lagi ternaungi.
Menuliskanmu saja jadi sebegini sulit. Rindukah engkau dirindu penyair? Rindukah engkau menghuni bait-bait yang tak kau mengerti? Kala hujan pertama di bulan September, turun di waktu sepertiga malam yang akhir. Rintikmu saja jadi sebegini tipis.
Hujan pertama di bulan September, mengajarkanku tentang satu hal, bahwa tak selamanya menikung disepertiga malam menuai hasil. Beberapa tergelincir sebab jalanan masih licin.
September ke dua puluh enam, Selagi Septembermu kian tua dan meringkih, Septemberku telah lahir baru untuk kesekian kali.
Komentar
Posting Komentar