RUTINITAS YANG DIMAKNAI
Pernahkah suatu suasana begitu menyenangkan dan kamu ingin memakannya agar terasa semakin dalam dan tahan lama?
Suasananya yang ngepas dengan mood, sampai bau udaranya, sentuhan sinar mataharinya, tatapan orang-orang di sekitarmu, dan bebunyian sekitar yang tak mau dihilangkan dari ingatan. Bisa saja kamera Hp mengabadikan secara visual, tapi alat apa yang bisa mengabadikan keseluruhan ini?
Bahkan earphone pun sama sekali tak dikenakan demi meraup seluruh suara yang ada. Menghirup udara dalam-dalam hingga dada membusung. Mata menatap dengan sempurna atas warna-warna dengan spektrum cahaya yang diterimanya.
Demikian juga dengan kulit tubuh kita yang merasakan hembusan angin, terpaan sinar, dan apapun yang berinteraksi dengannya.
Bisa jadi ini adalah reaksi sementara dan awal dari sebuah hal baru yang menghinggapi tubuh. Namun kebanyakan pengalaman membuktikan, ini bukan soal respon fisik, namun lebih masuk daripada itu. Ini soal pengalaman psikologis dan alam batin.
Panca indera hanya pintu depan. Setelah kuncinya terbuka, maka selanjutnya ruang hati, meja kalbu, dapur batin, dan loteng psikologis kita ikut diselami.
Inilah yang bagi kita dianggap sebagai pengetahuan juga. Pengetahuan yang bukan saja alam fisik, rasional, namun juga batin dan pikiran. Bagi seorang Dora, ini adalah petualangan yang membuatnya semakin dewasa. Bagi Nobita, ini adalah episode lanjutan yang bisa jadi merupakan usahanya lepas dari ketergantungan pada Doraemon.
Jika kemudian sesuatu yang baru ini terulang beberapa kali, dan menjadi rutinitas, apakah fenomena ketakjuban tubuh, hati dan pikiran akan tetap terjadi? Bisa ya, bisa tidak.
Seorang Albert Einstein yang saat itu bekerja pada pemeriksa pengajuan hak paten bertubi-tubi setiap hari harus memeriksa pengajuan model arloji. Setiap hari ia melihat stasiun kereta. Setiap hari ia, dari ruang kerjanya diterpa cahaya matahari. Lambat laun, lamunannya berbuah teori yang mengikutsertakan cahaya, waktu dan ruang. Teori Relativitas lahir dari sebuah rutinitas yang dimaknai.
Dan jika setiap orang memiliki keunggulan dan minat tertentu pada hal tertentu. Punya alasan tertentu atas aktivitas yang dilakukannya, maka di lingkaran itulah ia akan beranjak bangun, beraktivitas, dan kembali ke peraduan. Begitu privat dan intim. Kita, individu lain, tidak memiliki otoritas atas apa yang hendak dipilih dan apalagi dipikirkan orang lain.
Karena setiap orang ingin merasakaan apa yang ada di paragraf pertama. Sesering mungkin. Termasuk saya.
Komentar
Posting Komentar