BOLEHKAH WANITA MUSLIMAH MENYUKAI DRAMA KOREA?



Indonesia adalah Negara demokarasi dengan masyarakat muslim terbanyak. Dan bukan tidak mungkin lagi di Negara Indonesia menjadi sasaran empuk untuk berkunjungnya budaya baru. Korean Wave merupakan istilah untuk menyebut fenomena tersebarnya budaya pop modern Korea di berbagai negara khususnya di Indonesia. Penyebaran budaya pop Korea ini melalui musik (K-pop), drama televisi (K-drama)  dan film (K-movies).

Fenomena Kenapa banyak wanita muslimah menyukai budaya pop Korea melalui musik (K-pop), drama televisi (K-drama)  dan film (K-movies). Mungkin mereka akan galau kalau membaca ini;
‘Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Dawud, hasan)

Apakah benar bila kita penggemar drama Korea itu berarti kita bagian dari “mereka” yang  disebut sebagai orang kafir? Apa benar orang Korea itu kafir, tak bersunat, tak mandi wajib dan sebagainya? Secara otomatis kalau kita gemar nonton drama korea kita bagian dari mereka yang orang kafir itu?

Bukankah Islam memandang hukum menonton TV itu mubah atau boleh. Ada juga sebagian yang mengharamkannya. Selama konten yang kita tonton itu baik dan memberi manfaat sepertinya tidak masalah. Selain itu perlu kita perhatikan dan dengar pula apa yang kita tonton. Berapa lama waktu yang terbuang untuk menonton.

Ketika kemubahan itu membuat lalai dengan yang wajib jelas berdosa alias jangan mau dikendalikan oleh jadwal drama atau acara di TV. Jadi selama masih batas wajar rasanya tidak salah juga kita

Menurut saya Drama Korea itu memang bagus. Tidak salah anak muda muslim menjadi penggemar drama korea. Bukan cuma di Indonesia demam Korea tapi di seluruh belahan dunia termasuk negara di Timur Tengah.

Kemajuan industri drama Korea ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Berbagai sektor dalam negeri Korea berhasil didongkrak dengan suksesnya drama Korea di seluruh penjuru dunia. Sebut saja salah satunya sektor pariwisata dan kebudayaan Korea.

Berjuta turis internasional masuk ke Korea hanya karena mereka tertarik melihat tempat bersejarah yang dipakai syuting drama Korea. Baju tradisional orang Korea yaitu hanbok menginspirasi banyak orang untuk membuatnya. Bahasa dan kulinernya menjadi pembicaraan sehari-hari. Sebut saja kata annyeong haseyo atau makanan kimchi sepertinya sudah membumi di dunia.

Drama Korea unggul di segala sisi. Jalan cerita yang sederhana, menyentuh namun dengan tema yang bervariasi. Para pemain dramanya bukan hanya tampan dan cantik tapi pandai berakting dengan alami. Para pemain beragam disesuaikan dengan peran, umur dan karakter di drama itu.

Bahwa kdrama/kmovie tidak melulu tentang cinta terus yang seperti salah dipandang orang, tapi di drama korea juga diajarkan banyak arti kehidupan yg sesungguhnya. Kita jadi belajar dan melihat pengalaman hidup (walaupun akting) tanpa perlu merasakan sendiri dan pasti ada aja pesan atau hal-hal yang bisa kita ambil untuk pelajaran di real life. Bukankah itu inti dari sebuah nasehat/ceramah?

Membandingkan sinetron Indonesia dengan drama Korea memang bagaikan bumi dan langit. Produser sinetron Indonesia berlomba membiayai sinetron tanpa pernah pusing mempertimbangkan maksud, tujuan dan manfaat akan sinetronnya.

Mendidik apa tidak mendidik tidak masalah selama sinetron itu ratingnya tinggi. Apalagi bila iklannya banyak pasti akan dibuat sepanjang mungkin.

Bila perlu hingga ratusan episode, target utamanya hanya keuntungan berlipat ganda soal naskah dan alur cerita jangan di tanya, pasti mengada-ada, rumit, berbelit dan tidak masuk akal.

Acara televisi Indonesia sebagai ujung tombak dari media informasi yang murah meriah dan mudah diakses tampaknya hanya diisi dengan sinetron yang jauh dari manfaat apalagi mendidik.

Belum lagi jalan ceritanya yang sepertinya jauh dari kehidupan nyata sehari-hari. Seringkali tokoh sentralnya baik yang antagonis ataupun protagonis perannya dihiperbola.

Peran jahat atau baik digambarkan layaknya bukan manusia sesungguhnya. Peran baik keterlaluan baiknya . Kalau jahat bukan main jahatnya. Setiap adegan penuh dengan intrik-intrik tak berujung.

Satu lagi yang pasti drama Korea tidak kenal istilah kejar tayang. Jika sudah ditetapkan 20 episode tidak akan diperpanjang meskipun ratingnya tinggi. Beda jauhkan dengan sinetron Indonesia yang kejar tayang. Selama rating bagus dikebut habis.

Rating turun langsung tamat. Jalan cerita disesuaikan dengan pemeran utamanya. Pemeran utamanya putus kontrak dengan rumah produksi artinya habis sinetron. Pemeran utama dibuat meninggal dunia, stroke misalnya.

Jadi, wajar ya kalau banyak wanita muslimah Indonesia menyukai drama korea, habisnya drama Indonesia kaya gitu sih. Sampai-sampai Bung Vallen dalam komentator bolanya selalu bilang  "lupakan sinetron yang mendayu-dayu, drama yang terbaik adalah sepakbola".

Sadar atau tidak, ucapan tersebut mungkin sebuah kritikan untuk dunia persinetronan Indonesia.






Komentar